Catatan untuk Kapolri: 100 Hari Kinerja Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno Siregar Tercoreng, Gagal Ungkap Sindikat Pinjol Ilegal di Jambi

  • Bagikan

Jambi, 15 Mei 2025 – Melanjutkan pemberitaan sebelumnya, memasuki 100 hari masa kepemimpinan Irjen Pol Krisno Siregar sebagai Kapolda Jambi, sorotan tajam mulai mengemuka. Mantan Gubernur Akpol yang diharapkan akan membawa gebrakan, kini justru mendapat catatan kritis dari publik.

Salah satu isu utama adalah gagal terungkapnya dugaan markas besar pinjaman online (pinjol) ilegal yang disebut-sebut beroperasi di wilayah Jambi tepatnya di lorong budiman kelurahan pakuanbaru kota jambi. Meski informasi dan hasil investigasi dari tim elang telah mengarah pada titik diduga markas, sampai saat ini belum ada langkah nyata yang terlihat dari jajaran Polda Jambi.

Padahal, kejahatan pinjol ilegal telah meresahkan masyarakat luas. Bunga mencekik, teror digital, hingga intimidasi kepada keluarga korban menjadi dampak nyata yang terus berlangsung.

Kinerja Irjen Krisno Siregar pun kini mulai dibandingkan dengan ekspektasi besar saat ia dilantik. Beberapa aktivis dan organisasi media bahkan menyebut, jika isu ini tak segera ditangani, maka dapat menjadi noda serius dalam rekam jejak awal kepemimpinannya.

Desakan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi juga mulai menguat, mengingat persoalan pinjol telah menjadi atensi nasional.

Akankah Irjen Krisno bangkit dan membuktikan kapasitasnya sebagai eks Gubernur Akpol? Ataukah kasus ini akan menjadi batu sandungan awal yang mengganggu kepercayaan publik?

Dari temuan ini, kita berharap Kapolda Jambi Irjen Krisno Siregar tegas dalam menangani pinjol ilegal diprovinsi jambi, serta tindak tegas oknum anggota yang melakukan pembiaran yang seharusnya terungkap jadi tidak terungkap prihal diduga markas pinjol ilegal di provinsi jambi.

Baca Juga:  Partai Demokrat Terus Berbenah Diri Setelah Pesta Demokrasi Usai

Dalam 4 hari tim elang melakukan investigasi, pemberitaan pertama yang mengakibatkan diduga markas pinjol ilegal tersebut stop beroperasi dan pemberitaan kedua mengakibatkan dari data hasil investigasi dilapangan tim elang melihat beberapa sepeda motor terlihat bolak-balik memasuki dan keluar dari ruko tiga lantai itu, mengangkut sejumlah komputer dan kantong kresek berukuran besar. Evakuasi ‘aset’ di tengah malam ini menimbulkan spekulasi liar. Apakah ini upaya untuk menghilangkan barang bukti setelah keberadaan markas mereka terendus? Atau adakah agenda tersembunyi lainnya?.

Dikutip, Berikut adalah hukuman yang dapat dikenakan terhadap penegak hukum yang membiarkan atau tidak menindak markas pinjol ilegal yang menghilangkan alat bukti, berdasarkan undang-undang yang relevan:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Pasal 3 (Tindak Pidana Pencucian Uang):

Hukuman: Penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 10 miliar, jika penegak hukum terlibat dalam kegiatan pencucian uang dari tindak pidana pinjol ilegal.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Pasal 27 (Penyebaran Konten Ilegal):

Hukuman: Penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar, jika penegak hukum terlibat atau tidak melakukan penindakan terhadap pinjol ilegal yang beroperasi secara online.

Baca Juga:  Gelar Aksi Jilid II, GMPD Kembali Gruduk dan Segel Kantor Bupati Muaro Jambi: "Jalan Rusak, Janji Busuk”

Pasal 28 (Penyebaran Berita Bohong atau Merugikan):

Hukuman: Penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Pasal 28 dan Pasal 36 (Kelalaian atau Penyalahgunaan Wewenang):

Hukuman: Bisa dikenakan sanksi administratif seperti pemecatan atau pemberhentian dari jabatan jika penegak hukum terbukti lalai atau melakukan pembiaran yang merugikan negara.

4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 221 (Penghalangan Penyidikan):

Hukuman: Penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 juta, jika penegak hukum menghalangi atau membiarkan penyelidikan atas kasus pinjol ilegal.

Pasal 224 (Kelalaian dalam Menjalankan Tugas):

Hukuman: Penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 juta, jika penegak hukum tidak menjalankan kewajiban menindak pelanggaran atau membiarkan bukti hilang.

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 5 dan Pasal 6 (Gratifikasi dan Penyalahgunaan Wewenang):

Hukuman: Penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 10 miliar, jika terbukti penegak hukum menerima suap atau melindungi pelaku pinjol ilegal.

6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pasal 13 (Kewajiban Kepolisian untuk Menindaklanjuti Laporan):

Baca Juga:  DPW PWDPI Jambi Soroti Kerusakan Lingkungan Akibat Proyek PLTA Kerinci Merangin: Kementerian Lingkungan Hidup Diminta Turun Tangan

Hukuman: Pemecatan dengan tidak hormat jika terbukti penegak hukum tidak menindaklanjuti laporan atau kelalaian dalam menjalankan tugas.

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Pasal 19 (Pelayanan Publik yang Buruk):

Hukuman: Jika penegak hukum terbukti gagal memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan ketentuan, mereka dapat dikenakan sanksi administratif, yang bisa berupa pembebasan dari jabatan.

Hukuman Tambahan:

Pemecatan: Selain hukuman pidana, penegak hukum yang terbukti lalai atau melindungi tindak pidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan kode etik dan disiplin kepolisian atau instansi yang bersangkutan.

Sanksi Etik: Berdasarkan Kode Etik Kepolisian atau kode etik profesi lainnya, penegak hukum yang terbukti melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan sanksi etik yang dapat menyebabkan pemecatan atau penurunan pangkat.

Penegak hukum yang terlibat dalam kelalaian atau penyalahgunaan wewenang terkait pinjol ilegal dapat dihukum dengan pidana penjara, denda, pemecatan dari jabatan, dan sanksi administratif atau etik sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Awak media akan terus melakukan penelusuran dan investigasi lebih lanjut guna memastikan informasi tetap akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kami juga mengimbau semua pihak terkait agar bekerja secara profesional, menjaga integritas, dan tidak menjadikan hukum tumpul ke atas.

Media tetap membuka ruang untuk hak jawab dan koreksi sesuai dengan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. (Tim)

Baca juga berita kami di:
Penulis: TimEditor: Riyono
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan