Jambi (Boemimelayu.com) – PT Anggrek Jambi Makmur (PT. AJM), perusahaan yang selama ini dipercaya menangani pengangkutan limbah B3 RSUD Raden Mattaher, secara resmi menempuh jalur hukum dengan menggugat rumah sakit pelat merah tersebut ke pengadilan.
Gugatan ini dilayangkan akibat dugaan wanprestasi berat dan tindakan sepihak RSUD Raden Mattaher yang dinilai tidak hanya melanggar kontrak kerja sama, tetapi juga mencederai prinsip dasar hukum perdata di Indonesia.
Perjanjian kerja sama antara PT AJM dan RSUD Raden Mattaher secara sah dan mengikat berlaku hingga tahun 2029. Dalam kontrak tersebut dengan jelas diatur bahwa tidak diperkenankan adanya pengalihan ke pihak ketiga dalam bidang pengangkutan limbah B3 tanpa persetujuan tertulis dari PT AJM. Namun secara sepihak dan tanpa komunikasi, RSUD Raden Mattaher mengalihkan ke perusahaan lain, yakni PT Kenali Indah Sejahtera, untuk mengerjakan tugas yang sudah secara legal menjadi bagian kerja dari PT AJM.
Pada tanggal 27 Maret 2025, RSUD Raden mataher resmi mengeluarkan surat pemutusan kontrak kerja kepada PT.AJM
Langkah RSUD Raden Mattaher ini adalah bentuk nyata dari pengingkaran perjanjian (wanprestasi) dan merupakan pelanggaran terhadap asas fundamental dalam hukum perdata, yakni pacta sunt servanda, yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya” (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata).
Ironisnya, melalui kuasa hukum mereka ‘Ilham Kurniawan, RSUD berdalih telah bertindak sesuai norma dan peraturan hukum yang berlaku.
“Rumah sakit memiliki kewenangan untuk bekerjasama dengan lebih dari satu perusahaan pengangkut limbah, sepanjang tidak bertentangan hukum, kontrak tidak boleh melanggar hukum, Kita negara hukum dan sesuai aturan yang ada, rumah sakit bisa bekerja sama dengan lebih dari satu perusahaan, apalagi untuk pengelolaan limbah yang kompleks” tegas Ilham.
Namun sejauh ini tidak ada penjelasan hukum spesifik yang disebutkan yang dapat membenarkan tindakan pengingkaran terhadap perjanjian yang dibuat secara sah oleh kedua belah pihak.
Pernyataan sepihak tersebut adalah bentuk pembenaran yang justru memperjelas adanya kelalaian hukum dari pihak rumah sakit. PT AJM memandang bahwa klaim RSUD yang menyatakan telah “berjalan sesuai hukum” justru menunjukkan inkonsistensi serius terhadap norma hukum itu sendiri.
Bagaimana mungkin sebuah institusi pelayanan publik justru mengabaikan prinsip dasar hukum kontrak, namun merasa diri tidak bersalah karena merasa berpegang pada hukum? Padahal perjanjian yang mereka buat adalah bagian dari sistem hukum yang harus ditaati dan dihormati. Jelas Mike Kuasa Hukum PT.AJM
Lebih parahnya lagi, selama enam bulan terakhir, RSUD Raden Mattaher tidak melakukan pembayaran atas jasa yang telah dilaksanakan oleh PT AJM. Hampir 6 bulan hak kami belum di bayarkan oleh rumah sakit, padahal berkas kami sudah dinyatakan lengkap dari 2024. Tegas Budi, kepada awak media
Ketidaksanggupan atau kelalaian dalam melakukan pembayaran ini menunjukkan tidak adanya itikad baik dari pihak rumah sakit. Belum menyelesaikan kewajiban finansial, RSUD malah menambah pelanggaran dengan menjalin kerja sama baru bersama pihak lain tanpa sepengetahuan maupun persetujuan PT AJM.
“Tindakan ini bukan hanya mencoreng etika bisnis, namun juga merusak citra institusi publik yang seharusnya menjadi contoh dalam kepatuhan terhadap hukum dan integritas. Menyembunyikan pelanggaran perjanjian di balik tameng “kami berjalan sesuai norma hukum” tanpa menyebutkan norma hukum mana yang dimaksud, hanyalah bentuk pembelaan kosong yang melecehkan akal sehat dan nalar hukum publik” Tegas Mike.
Sebagai perusahaan yang tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi asas kerja sama profesional, PT AJM merasa sangat dirugikan dan diperlakukan secara tidak adil. Oleh karena itu, PT AJM secara resmi akan tetap menempuh jalur hukum untuk menuntut keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap perjanjian yang berlaku.