OPINI*
Oleh: Firmansyah
(Advokat dan Pemerhati Regulasi Daerah)
Tak kunjung terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi tentang pengaturan lalu lintas angkutan Batubara di jalan umum dan atau Perda tentang pengaturan lalu lintas angkutan Batubara di jalan umum memunculkan satu pertanyaan penting apakah Pergub dan atau Perda perlu di terbitkan? Agar ada regulasi yang memiliki kekuatan hukum sebagai peraturan yang mengikat, atau tak terbitnya produk hukum ini karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu, sehingga yang dikeluarkan Pemda Jambi hanya surat edaran yang sifatnya sekadar himbauan belaka.
Pada dasarnya, Pergub merupakan produk hukum daerah yang sah, sebagai bagian dari hierarki perundang-undangan, Pergub berada di bawah Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Perda). Dengan dasar ini, Gubernur memiliki kewenangan mengatur berbagai aspek di wilayahnya, termasuk lalu lintas kendaraan bermotor.
Secara yuridis, Pergub dapat mengatur pembatasan jenis kendaraan, waktu operasional, bahkan pelarangan melintas di ruas jalan tertentu. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, Pergub menjadi dasar penerapan sistem ganjil-genap yang terbukti efektif mengurai kemacetan.
Pelanggaran terhadap aturan tersebut bahkan dikenai sanksi sesuai Pasal 287 Ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman denda hingga Rp500.000 atau kurungan dua bulan.
Pergub Sumsel nomor 23 tahun 2012 tentang tata cara pengakutan Batubara melalui jalan umum.
Dua contoh Pergub DKI dan Sumsel bisa dijadikan rujukan diimana Pergub menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi Pidana bagi pelanggar.
Karena Pergub akan didukung oleh rambu lalu lintas atau pengaturan yang bersifat khusus,sehingga penindakkan dapat dilakukan oleh aparat kepolisian, yang tentunya berada dalam kerangka hukum yang jelas.
Pertanyaannya apakah Gubernur Jambi dapat menerbitkan Pergub tentang tata cara angkutan batubara di jalan umum sehingga Jambi memiliki regulasi yang dapat menjadi sebuah perangkat hukum ataukah Gubernur tersandera sehingga sudah di periode kedua kepemimpinannya janji penertiban kendaraan Batubara dijalan umum pun tak kunjung terselesaikan.
bahkan pengaturan khusus tentang hal ini pun tak dapat diterbitkan.
Jika merujuk pada fakta di lapangan tujuan utama Pergub yakni untuk menciptakan ketertiban dan mengurangi dampak negatif aktivitas angkutan Batubara yang belum tercapai.
Polemik terus terjadi. Kemacetan, kerusakan jalan, hingga konflik sosial masih mewarnai jalur transportasi batubara di Provinsi Jambi.
Ini menunjukkan bahwa keberadaan Pergub tersebut dibutuhkan, tanpa Perda atau Pergub rambu-rambu pendukung untuk penegakan sanksi, atau instrumen pengawasan tak memiliki paying hukum atau tak dapat diberlakukan.
Maka perlunya diterbitkan Pergub atau Perda yang mengatur hal ini sebagai regulasi yang memiliki daya paksa sanksi hukum bagi yang melanggar.
Bila yang terjadi seperti saat ini hanya mengeluarkan surat edaran maka dapat dikatakan hanya menjadi dokumen administratif yang lebih berfungsi sebagai bahan pemberitaan daripada alat pengatur perilaku masyarakat.
Namun sebelum sebuah produk hukum seperti Pergub diterbitkan seharusnya lahir dari kajian mendalam, bukan semata-mata untuk merespons tekanan publik atau momentum politik.
Sebelum mengeluarkan surat edaran pun apakah telah dikaji, terlebih bila menerbitkan Pergub nantinya Gubernur yang memiliki tim ahli hukum seharusnya memberikan masukan objektif terhadap potensi konsekuensi, celah hukum melalui mitigasi hukum serta mekanisme pelaksanaan dan penegakan regulasi yang dikeluarkan.
Lebih lanjut, tidak bisa diabaikan pula bahwa wilayah-wilayah kabupaten dan kota yang dilalui kendaraan batubara juga memiliki kewenangan terbatas.
Bupati dan wali kota mungkin tergoda untuk menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Wali Kota (Perwal) demi menjaga ketertiban di daerahnya.
Namun, tanpa koordinasi yang kuat dan dasar hukum yang konsisten, regulasi-regulasi ini justru dapat tumpang tindih dan membingungkan aparat penegak hukum.
Oleh karena itu, mengeluarkan surat edaran dan atau penyusunan Pergub maupun Perbup nantinya tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Diperlukan analisis hukum, mitigasi hukum,legal opini, dampak sosial, dan teknis implementasi secara menyeluruh agar produk hukum tersebut tidak hanya menjadi “aturan di atas kertas”, melainkan mampu menciptakan ketertiban yang nyata di lapangan.
Dengan kata lain, sebuah Pergub yang baik dilihat sejauh mana ia mampu menertibkan keadaan sesuai cita-cita pembentukannya.
Jakarta, 12 Mei 2025
Firmansyah