Puluhan Sertifikat Terbit di Cagar Alam km75 Tanjabbarat; Kok Bisa?

  • Bagikan

Tanjabbarat (Boemimelayu.com) – Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Pendaftaran tanah merupakan syarat untuk mencapai jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah.

Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya,berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan seseorang atas suatu tanah beserta bangunannya.

“Ada tanah yang tidak bisa di miliki pribadi atau di keluarkan sertipikat milik. Tanah tersebut adalah tanah yang berada di kawasan hutan. Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri.

Baca Juga:  Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Jambi Periksa Ketua PPTB, Terkait Dugaan Penyelewengan Dana Iuran Pengusaha Batu Bara

Juga Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka eribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.

Sengketa atas kawasan hutan sering kali terjadi karena adanya pendudukan Kawasan hutan. Pendudukan kawasan hutan sering kali disebabkan oleh pemahaman masyarakat yang muncul karena pendudukan Kawasan hutan telah dilakukan selama bertahun-tahun. Sehingga masyarakat menganggap wajar apabila menggunakan, menggarap bahkan pengajuan permohonan hak atas tanah.

Namun BPN dalam menerbitkan atau mensertipikatkan tanah yang diajukan oleh pemohon harus meneliti terlebih dahulu untuk mencegah penerbitan Sertifikat dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) maupun hutan lindung (HL) ataupun cagar alam . Karena bila terjadi penerbitan Sertipikat Hak Milik (SHM) dalam kawasan hutan berarti mengubah status kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Baca Juga:  Permintaan Ukur Ulang HGU Bukit Kausar, Penggiat Agraria Jambi: Apabila Terjadi, BPN Tanjab Barat Harus Profesional

Mengubah status kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan adalah wewenang pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutana

Hal itulah yang terjadi di wilayah Tanjung Jabung Barat, terlihat temuan Puluhan sertifikat Hak Milik terbit dicagar alam  Km75 Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang diterbitkan SHM nya oleh ATR / BPN Tanjung Jabung Barat,

Menurut Christian Napitupulu Pemerhati Agraria Jambi, ATR/BPN sepertinya sudah keliru dalam menerbitkan SHM tersebut, terkait wewenang Kawasan Hutan apalagi Cagar Alam jelas wewenang BKSDA, Christian meminta ATR/BPN untuk membatalkan semua sertifikat didalam Cagar Alam tersebut dan dia juga meminta BKSDA menertibkan Cagar Alam tersebut yang saat ini di eksploitasi menjadi Perkebunan sawit.

Baca Juga:  Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Jambi Periksa Ketua PPTB, Terkait Dugaan Penyelewengan Dana Iuran Pengusaha Batu Bara

Perkebunan Sawit tersebut diduga bentuk ekspansi dari HGU sebuah Perusahaan Sawit .

Baca juga berita kami di:
Penulis: RilisEditor: Riyono
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan